Headline

Ajukan Banding, Terdakwa Korupsi Timah Tolak Bayar Rp 1,9 Triliun

Sumber Foto: Istimewa

JAKARTA – Kuasa hukum Robert Indarto Handika Honggowongso, menyatakan bahwa kliennya keberatan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,9 triliun seperti yang diputuskan hakim dalam kasus korupsi timah.

Robert Indarto, seorang pengusaha smelter, menjadi terdakwa dalam kasus korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022, serta diduga terlibat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Kami sudah mengajukan banding setelah putusan diucapkan. Sebab sampai jual celana kolor pun Pak Robert Indarto tidak akan sanggup bayar uang pengganti Rp 1,9 triliun yang tidak di nikmati ,” ucap Handika, Sabtu (28/12/2024).

Handika menyatakan bahwa Robert Indarti tidak pernah menerima uang dalam jumlah besar tersebut, sehingga tidak adil jika kliennya harus membayar ganti rugi sebesar itu. Menurutnya, yang seharusnya diminta untuk mengganti kerugian adalah para kolektor dan penambang timah.

“Mengapa Kejagung tidak mengejar para kolektor dan penambang timah yg menerima triliunan, ada apa ini?” tutur Handika.

Ia juga menyatakan keberatan atas langkah Kejaksaan Agung yang mengajukan banding dalam perkara tersebut dan menuntut hukuman lebih berat, yakni 14 tahun penjara.

“Itu sangat berat, tidak sebanding dengan peran Robert Indarto yg tidak menambang, melainkan hanya menjalankan PT SBS dalam mengolah biji timah milik PT Timah,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa Robert Indarto hanya bekerja selama lima bulan, menggantikan Yohan, pemilik PT SBS yang telah meninggal dunia. Selama masa kerjanya, Robert menerima gaji sebesar Rp 600.000 dan dividen sebesar Rp 2,5 miliar.

Selain itu, kuasa hukum Robert juga mempertanyakan mengapa para kolektor dan penambang timah tidak dijadikan terdakwa, meskipun nama-nama mereka telah disebutkan dalam persidangan.

“Di luar para terdakwa, jumlah kolektor timah itu ratusan orang. Menerma puluhan triliun. Kok enggak diusut, apakah mereka dilindungi Kejagung?” katanya.

“Nama dan bukti transaksi timah para kolektor  sudah di buka di sidang, tapi gak di gubris oleh Kejagung,” ucap dia lagi.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa Robert dan lima terdakwa lainnya, termasuk Harvey Moeis, terbukti terlibat dalam kasus korupsi terkait pengelolaan tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ketua majelis hakim, Eko Aryanto, menyatakan bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana tersebut.

“Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU secara bersama-sama,” tutur ketua hakim Eko Aryanto.

Robert dijatuhi hukuman 8 tahun penjara, diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,9 triliun, serta dikenakan denda Rp 1 miliar. Saat ini, Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah mengajukan banding atas putusan itu. Dalam tuntutan banding, Robert kembali dituntut hukuman 14 tahun penjara, sesuai dengan tuntutan pada persidangan awal.

“Menyatakan upaya hukum Banding Perkara atas nama Robert Indarto tuntutan 14 tahun penjara, uang pengganti Rp. 1.9 Triliun, dan denda Rp 1 Miliar,” ucap Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Sutikno dalam keterangan resminya pada Jumat, 27 Desember 2024.

Selain Robert, Jampidsus Kejagung juga mengajukan banding atas terpidana korupsi timah lainnya, terkecuali Rosalina.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button